MENGAIS REJEKI, PADA PUNGUTAN
SAMPAH !
Dingin menggigit merasuk tulang, gemericik air dari atap
kemuara tanah. Mendung yang semakin tebal, derai angin yang semakin tajam
menambah dinginnya suasana disore hari itu (Selasa,1/10). Tersentuh hati
memandang sosok kusut dan tak lagi muda diujung jalan menuju paparan lorong
Gedung B1 Jurusan Bahasa dan Seni.
Namanya Sunarto pria paruh baya usia 56 tahun dengan baju
lusuh tubuh kurus yang tak terurus, demi menghidupi empat anaknya yang masih
duduk dibangku SMP, SD, dan yang lain masih dapat dibilang balita. Hujan tak
lagi menjadi momok yang harus ia takuti, bahkan ia dapat menjadikan malam
menjadi siang dan siang menjadi pagi. Sengat derita yang melanda kehidupannya
tak lagi menjadi halangan untuk Sunarto dalam mengais rejeki pada pungutan
sampah yang dianggapnya berharga. Istrinya bernama Sukinah wanita usia 50 tahun,
seorang ibu rumah tangga yang merangkap pekerjaan sebagaimana ia, yaitu sebagai
pemulung di daerah sekitar Trangkil . Dengan tenaga yang semakin rapuh Sunarto
mengerahkan seluruh tenaganya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dan harapan
itu selalu ia sanjungkan untuk menyemangati langkah hidupnya yang semakin
nelangsa.
“Ya, beginilah!”, ujarnya lirih. Segudang tanda tanya yang tersirat
dalam hati, apakah tidak ada pekerjaan yang lain yang dianggap lebih layak
untuk dirinya?. “Modalnya mbak, dapatnya begini ya disyukuri saja”, jawabnya
pasrah. Bagaimana dengan kondisi yang seperti ini, hujan yang tak henti mereda
tidak mengurungkan niat Sunarto untuk tetap memunguti sisa-sisa barang bekas,
kardus, botol, bahkan plastik-plastik yang menurutnya masih dapat ditukar
dengan sejimpit beras. “Lumayan, alhamdulillah dalam seharinya saya masih dapat
menjual sekitar 10 kg dengan perkilonya dihargai sebesar seribu lima ratus
rupiah”, terangnya dibawah pohon sirsak tempat ia berteduh didepan gedung B1.
Nominal yang cukup ringan bukan, dibandingkan dengan uang saku anak kuliahan
yang setiap bulannya ditarget enam ratus ribu sampai satu juta lebih.
Seyogyanya kita merunduk kebawah, bahwa disekeliling kita masih banyak orang
yang kekurangan bahkan dikatakan sangat kurang, tetapi dengan keadaan yang
sedemikian rupa masih terucap kata syukur dari lubuk hatinya. Dia meyakini
bahwa Yang Mahakuasa selalu bersama orang-orang yang tetap berusaha dan sabar
menerima keadaan yang ada. Dengan begitu
kita bisa mawas diri dan tidak lagi menghambur-hamburkan uang untuk keperluan
yang kurang penting. Titis Antika