Selasa, 01 Oktober 2013

futhures


MENGAIS REJEKI, PADA PUNGUTAN SAMPAH !

Dingin menggigit merasuk tulang, gemericik air dari atap kemuara tanah. Mendung yang semakin tebal, derai angin yang semakin tajam menambah dinginnya suasana disore hari itu (Selasa,1/10). Tersentuh hati memandang sosok kusut dan tak lagi muda diujung jalan menuju paparan lorong Gedung B1 Jurusan Bahasa dan Seni.
Namanya Sunarto pria paruh baya usia 56 tahun dengan baju lusuh tubuh kurus yang tak terurus, demi menghidupi empat anaknya yang masih duduk dibangku SMP, SD, dan yang lain masih dapat dibilang balita. Hujan tak lagi menjadi momok yang harus ia takuti, bahkan ia dapat menjadikan malam menjadi siang dan siang menjadi pagi. Sengat derita yang melanda kehidupannya tak lagi menjadi halangan untuk Sunarto dalam mengais rejeki pada pungutan sampah yang dianggapnya berharga. Istrinya bernama Sukinah wanita usia 50 tahun, seorang ibu rumah tangga yang merangkap pekerjaan sebagaimana ia, yaitu sebagai pemulung di daerah sekitar Trangkil . Dengan tenaga yang semakin rapuh Sunarto mengerahkan seluruh tenaganya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dan harapan itu selalu ia sanjungkan untuk menyemangati langkah hidupnya yang semakin nelangsa.
“Ya, beginilah!”, ujarnya lirih. Segudang tanda tanya yang tersirat dalam hati, apakah tidak ada pekerjaan yang lain yang dianggap lebih layak untuk dirinya?. “Modalnya mbak, dapatnya begini ya disyukuri saja”, jawabnya pasrah. Bagaimana dengan kondisi yang seperti ini, hujan yang tak henti mereda tidak mengurungkan niat Sunarto untuk tetap memunguti sisa-sisa barang bekas, kardus, botol, bahkan plastik-plastik yang menurutnya masih dapat ditukar dengan sejimpit beras. “Lumayan, alhamdulillah dalam seharinya saya masih dapat menjual sekitar 10 kg dengan perkilonya dihargai sebesar seribu lima ratus rupiah”, terangnya dibawah pohon sirsak tempat ia berteduh didepan gedung B1. Nominal yang cukup ringan bukan, dibandingkan dengan uang saku anak kuliahan yang setiap bulannya ditarget enam ratus ribu sampai satu juta lebih. Seyogyanya kita merunduk kebawah, bahwa disekeliling kita masih banyak orang yang kekurangan bahkan dikatakan sangat kurang, tetapi dengan keadaan yang sedemikian rupa masih terucap kata syukur dari lubuk hatinya. Dia meyakini bahwa Yang Mahakuasa selalu bersama orang-orang yang tetap berusaha dan sabar menerima keadaan yang ada.  Dengan begitu kita bisa mawas diri dan tidak lagi menghambur-hamburkan uang untuk keperluan yang kurang penting. Titis Antika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar